Jumat, 08 April 2011

Gagal Ginjal Kronik

A. PENGERTIAN


Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

ASUHAN KEPERAWATAN

A.ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

B. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga stadium yaitu:
• Stadium 1 (penurunan cadangan ginjal)
Di tandai dengan kreatinin serum dan kadar Blood Ureum Nitrogen (BUN) normal dan penderita asimtomatik.
• Stadium 2 (insufisiensi ginjal)
Lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (Glomerulo filtration Rate besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini Blood Ureum Nitrogen mulai meningkat diatas normal, kadar kreatinin serum mulai meningklat melabihi kadar normal, azotemia ringan, timbul nokturia dan poliuri.
• Stadium 3 (Gagal ginjal stadium akhir / uremia)
Timbul apabila 90% massa nefron telah hancur, nilai glomerulo filtration rate 10% dari normal, kreatinin klirens 5-10 ml permenit atau kurang. Pada tahap ini kreatinin serum dan kadar blood ureum nitrgen meningkat sangat mencolok dan timbul oliguri. (Price, 1992: 813-814)

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit

E. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)

F. PENATALAKSANAAN
1. Dialisis (cuci darah)
2. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih)
3. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
4. Transfusi darah
5. Transplantasi ginjal

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan.


H. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan

4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit

6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat


DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC


OLEH : RETMI SITI MUTMAINAH
2B
05200ID09065

Kamis, 07 April 2011

askep uretritis

laporan pendahuluan cystitis
LAPORAN PENDAHULUAN CYSTITIS
1. Konsep Dasar Penyakit Cystitis
1. 1. Pengetian
Cystitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra. Penyebab lainnya mungkin aliran balik urine dari uretra kedalam kandung kemih. Kontaminasi fekal atau penggunaan kateter atau sistoskop.
Beberapa penyelidikan menunjukkan 20% dari wanita-wanita dewasa tanpa mempedulikan umur setiap tahun mengalami disuria dan insidennya meningkat sesuai pertumbuhan usia dan aktifitas seksual, meningkatnya frekwensi infeksi saluran perkemihan pada wanita terutama yang gagal berkemih setelah melakukan hubungan seksual dan diperkirakan pula karena uretra wanita lebih pendek dan tidak mempunyai substansi anti mikroba seperti yang ditemukan pada cairan seminal.
Infeksi ini berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi spermasida-diafragma karena kontrsepsi ini dapat menyebabkan obstruksi uretra parsial dan mencegah pengosongan sempurna kandung kemih. Cistitis pada pria merupakan kondisi sekunder akibat bebarapa faktor misalnya prostat yang terinfeksi, epididimitis, atau batu pada kandung kemih.
Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu;
Þ Cystitis primer,merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat terjadi karena penyakit lainseperti batu pada kandung kemih, divertikel, hipertropi prostat dan striktura uretra.
Þ Cystitis sekunder, merukan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis.
1. 2. Etiologi
Pada umumnya disebabkan oleh basil gram negatif Escheriachia Coli yang dapat menyebabkan kira-kira 90% infeksi akut pada penderita tanpa kelainanurologis atau kalkuli. Batang gram negatif lainnya termasuk proteus, klebsiella, enterobakter, serratea, dan pseudomonas bertanggung jawab atas sebagian kecil infeksitanpa komplikasi. Organisme-organisme ini dapat dapat menjadi bertambah penting pada infeksi-infeksi rekuren dan infeksi-infeksi yang berhubungan langsung dengan manipulsi urologis, kalkuli atau obstruksi.
Pada wanita biasanya karena bakteri-bakteri daerah vagina kearah uretra atau dari meatus terus naik kekandumg kemih dan mungkin pula karena renal infeksi tetapi yang tersering disebabkan karena infeksi E.coli.
Pada pria biasanya sebagai akibat dari infeksi diginjal, prostat, atau oleh karena adanya urine sisa(misalnya karena hipertropi prostat, striktura uretra, neurogenik bladder) atau karena infeksi dari usus.
Þ Jalur infeksi
• Tersering dari uretra, uretra wanita lebih pendek membuat penyalkit ini lebih sering ditemukan pada wanita
• Infeksi ginjalyan sering meradang, melalui urine dapat masuk kekandung kemih.
• Penyebaran infeksi secara lokal dari organ laindapat mengenai kandung kemih misalnya appendiksitis
• Pada laki-laki prostat merupakan sumber infeksi.
Þ Faktor predisposisi
• Benda asing yang menyebabkan iritasi, misalnya kalkulus tumor dan faeces dari fistula usus
• Instrumentasi saat operasi menyebabkan trauma dan menimbulakn infeksi
• Retensi urine yang kronis memungkinkan berkembang biaknya bakteri
• Hubungan seksual
1. 3. Tanda dan Gejala
pada umumnya tanda dan gejala yang terjadi pada cystitis adalah ;
• peningkatan frekwensi miksi baik diurnal maupun nokturnal
• disuria karena epitelium yang meradang tertekan
• rasa nyeri pada daerah suprapubik atau perineal
• rasa ingin buang air kecil
• hematuria
• demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah
1. Patofisiologi
Cystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul dengan penjalaran secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah, baik akut maupun kronik dapat bilateral maupun unilateral.
1. 5. Pemeriksaan penunjang
Pada kasus infeksi kandung kemih pemeriksaan yang biasa dilakukan berdasarkan literatur yang ada adalah ;
• Pemeriksaan urine lengkap
• Pemeriksaan USG abdomen
• Pemeriksaan photo BNO dan BNO IVP
1. 6. Prognosa
Infeksi pada kandung kemih mempunyai kemungkinan untuk dapat sembuh sendiri bila tidak disertai infeksi dari ginjal, prostat, atau adanya urine sisa.
1. Pengobatan
Pengobatan pada kandung kemih pengobatannya berdasarkan literatur yaitu dengan pemberian obat antibiotika, analgetik, dan obat anti inflamasi sesuai dosis yang dianjurkan.
1. Konsep dasar penyakit uretritis
1. Pengertian
Uretritis adalah suatu inflamasi uretra atau suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai infeksi gonoreal dan nongonoreal. Namun demikian kedua kondisi tersebut dapat terjadi pada satu pasien.
Uretritis terbagi menjadi dua yaitu ;
1. uretritis akut, terjadi karena naiknya infeksi atau sebaliknya oleh karena prostat mengalami infeksi
2. uretritis kronik, infeksi ini disebabkan oleh pengobatan yang tidaksempurna pada masa akut, prostatitis kronik, atau striktura uretra.
1. 2. Etiologi
Uretritis disebabkan oleh kuman gonore atau terjadi tanpa adanya bakteri. Sesuai dengan sebutan infeksi itu sendiri yaitu uretritis gonoreal dan nongonoreal.
1. a. Uretritis gonoreal, disebabkan oleh neisseria gonorrhoeae. Dan ditularkan melalui kontak seksual. Pada pria inflamasi orifisium meatal terjadi disertai rasa terbakarketika urinasi, meskipun demikian penyakit ini dapat asimtomatik. Pada wanita, rabas uretra tidak selalu muncul dan penyalkit juga asimtomatik, oleh karena itu gonore pada wanita tidak didiagnosis/dilaporkan.
2. Uretritis nongonoreal, uretritis yang tidak berhubungan dengan neisseria gonorrhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia trakomatik atau urea plasma urelytikum. Jika pasien pria adalah simtomatik akan mengeluh adanya disuria tingkat sedang atau parah dan rabas uretral dengan jumlah sedikit atau sedang.
1. Tanda dan gejala
• Terdapat cairan eksudat yang purulent
• Mukosa merah udematus
• Ada ulserasi pada uretra, iritasi, vesikal iritasi, prostatitis
• Mikroskopis ; terlihat infiltrasi leukosit sel-sel plasma dan sel-sel limfosit
• Ada rasa gatal yang menggelitik, gejala khas pada uretritis G.O yaitu morning sickness
• Pada pria pembuluhdarah kapiler, kelenjar uretra tersumbat oleh pus
• Pada wanita jarang ditemukan uretritis akut, kecuali bila pasien menderita.
1. 4. Patofisiologi
1. 5. Pemeriksaan penunjang
Pada kasus uretritis hal-hal yang perlu diperiksa untuk mendukung diagnosa adalah ;
1. pemeriksaan urine lengkap
2. pemeriksaan sekret uretra
3. test sensitivitas dan kultur untuk menentukan antibiotika yang akan dipakai.
1. 6. Prognosa
Infeksi pada uretra atau uretritis bila pengobatannya tidak baik maka infeksi dapat menjalar kekandung kemih, ureter ataupun ginjal
1. 7. Pengobatan
Pada uretritis dilakukan pengobatan dengan
1. Chemoterapi
2. Antibiotika
3. Anti inflamasi

dipostingkan oleh:
leni ardiani
05200ID09056

Selasa, 05 April 2011

laporan pendahuluan cystitis

LAPORAN PENDAHULUAN CYSTITIS
1. Konsep Dasar Penyakit Cystitis
1. 1. Pengetian
Cystitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh infeksi asenden dari uretra. Penyebab lainnya mungkin aliran balik urine dari uretra kedalam kandung kemih. Kontaminasi fekal atau penggunaan kateter atau sistoskop.
Beberapa penyelidikan menunjukkan 20% dari wanita-wanita dewasa tanpa mempedulikan umur setiap tahun mengalami disuria dan insidennya meningkat sesuai pertumbuhan usia dan aktifitas seksual, meningkatnya frekwensi infeksi saluran perkemihan pada wanita terutama yang gagal berkemih setelah melakukan hubungan seksual dan diperkirakan pula karena uretra wanita lebih pendek dan tidak mempunyai substansi anti mikroba seperti yang ditemukan pada cairan seminal.
Infeksi ini berkaitan juga dengan penggunaan kontrasepsi spermasida-diafragma karena kontrsepsi ini dapat menyebabkan obstruksi uretra parsial dan mencegah pengosongan sempurna kandung kemih. Cistitis pada pria merupakan kondisi sekunder akibat bebarapa faktor misalnya prostat yang terinfeksi, epididimitis, atau batu pada kandung kemih.
Cystitis dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu;
Þ Cystitis primer,merupakan radang yang mengenai kandung kemih radang ini dapat terjadi karena penyakit lainseperti batu pada kandung kemih, divertikel, hipertropi prostat dan striktura uretra.
Þ Cystitis sekunder, merukan gejala yang timbul kemudian sebagai akibat dari penyakit primer misalnya uretritis dan prostatitis.
1. 2. Etiologi
Pada umumnya disebabkan oleh basil gram negatif Escheriachia Coli yang dapat menyebabkan kira-kira 90% infeksi akut pada penderita tanpa kelainanurologis atau kalkuli. Batang gram negatif lainnya termasuk proteus, klebsiella, enterobakter, serratea, dan pseudomonas bertanggung jawab atas sebagian kecil infeksitanpa komplikasi. Organisme-organisme ini dapat dapat menjadi bertambah penting pada infeksi-infeksi rekuren dan infeksi-infeksi yang berhubungan langsung dengan manipulsi urologis, kalkuli atau obstruksi.
Pada wanita biasanya karena bakteri-bakteri daerah vagina kearah uretra atau dari meatus terus naik kekandumg kemih dan mungkin pula karena renal infeksi tetapi yang tersering disebabkan karena infeksi E.coli.
Pada pria biasanya sebagai akibat dari infeksi diginjal, prostat, atau oleh karena adanya urine sisa(misalnya karena hipertropi prostat, striktura uretra, neurogenik bladder) atau karena infeksi dari usus.
Þ Jalur infeksi
• Tersering dari uretra, uretra wanita lebih pendek membuat penyalkit ini lebih sering ditemukan pada wanita
• Infeksi ginjalyan sering meradang, melalui urine dapat masuk kekandung kemih.
• Penyebaran infeksi secara lokal dari organ laindapat mengenai kandung kemih misalnya appendiksitis
• Pada laki-laki prostat merupakan sumber infeksi.
Þ Faktor predisposisi
• Benda asing yang menyebabkan iritasi, misalnya kalkulus tumor dan faeces dari fistula usus
• Instrumentasi saat operasi menyebabkan trauma dan menimbulakn infeksi
• Retensi urine yang kronis memungkinkan berkembang biaknya bakteri
• Hubungan seksual
1. 3. Tanda dan Gejala
pada umumnya tanda dan gejala yang terjadi pada cystitis adalah ;
• peningkatan frekwensi miksi baik diurnal maupun nokturnal
• disuria karena epitelium yang meradang tertekan
• rasa nyeri pada daerah suprapubik atau perineal
• rasa ingin buang air kecil
• hematuria
• demam yang disertai adanya darah dalam urine pada kasus yang parah
1. Patofisiologi
Cystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum disebabkan oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul dengan penjalaran secara hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah, baik akut maupun kronik dapat bilateral maupun unilateral.
1. 5. Pemeriksaan penunjang
Pada kasus infeksi kandung kemih pemeriksaan yang biasa dilakukan berdasarkan literatur yang ada adalah ;
• Pemeriksaan urine lengkap
• Pemeriksaan USG abdomen
• Pemeriksaan photo BNO dan BNO IVP
1. 6. Prognosa
Infeksi pada kandung kemih mempunyai kemungkinan untuk dapat sembuh sendiri bila tidak disertai infeksi dari ginjal, prostat, atau adanya urine sisa.
1. Pengobatan
Pengobatan pada kandung kemih pengobatannya berdasarkan literatur yaitu dengan pemberian obat antibiotika, analgetik, dan obat anti inflamasi sesuai dosis yang dianjurkan.
1. Konsep dasar penyakit uretritis
1. Pengertian
Uretritis adalah suatu inflamasi uretra atau suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai infeksi gonoreal dan nongonoreal. Namun demikian kedua kondisi tersebut dapat terjadi pada satu pasien.
Uretritis terbagi menjadi dua yaitu ;
1. uretritis akut, terjadi karena naiknya infeksi atau sebaliknya oleh karena prostat mengalami infeksi
2. uretritis kronik, infeksi ini disebabkan oleh pengobatan yang tidaksempurna pada masa akut, prostatitis kronik, atau striktura uretra.
1. 2. Etiologi
Uretritis disebabkan oleh kuman gonore atau terjadi tanpa adanya bakteri. Sesuai dengan sebutan infeksi itu sendiri yaitu uretritis gonoreal dan nongonoreal.
1. a. Uretritis gonoreal, disebabkan oleh neisseria gonorrhoeae. Dan ditularkan melalui kontak seksual. Pada pria inflamasi orifisium meatal terjadi disertai rasa terbakarketika urinasi, meskipun demikian penyakit ini dapat asimtomatik. Pada wanita, rabas uretra tidak selalu muncul dan penyalkit juga asimtomatik, oleh karena itu gonore pada wanita tidak didiagnosis/dilaporkan.
2. Uretritis nongonoreal, uretritis yang tidak berhubungan dengan neisseria gonorrhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia trakomatik atau urea plasma urelytikum. Jika pasien pria adalah simtomatik akan mengeluh adanya disuria tingkat sedang atau parah dan rabas uretral dengan jumlah sedikit atau sedang.
1. Tanda dan gejala
• Terdapat cairan eksudat yang purulent
• Mukosa merah udematus
• Ada ulserasi pada uretra, iritasi, vesikal iritasi, prostatitis
• Mikroskopis ; terlihat infiltrasi leukosit sel-sel plasma dan sel-sel limfosit
• Ada rasa gatal yang menggelitik, gejala khas pada uretritis G.O yaitu morning sickness
• Pada pria pembuluhdarah kapiler, kelenjar uretra tersumbat oleh pus
• Pada wanita jarang ditemukan uretritis akut, kecuali bila pasien menderita.
1. 4. Patofisiologi
1. 5. Pemeriksaan penunjang
Pada kasus uretritis hal-hal yang perlu diperiksa untuk mendukung diagnosa adalah ;
1. pemeriksaan urine lengkap
2. pemeriksaan sekret uretra
3. test sensitivitas dan kultur untuk menentukan antibiotika yang akan dipakai.
1. 6. Prognosa
Infeksi pada uretra atau uretritis bila pengobatannya tidak baik maka infeksi dapat menjalar kekandung kemih, ureter ataupun ginjal
1. 7. Pengobatan
Pada uretritis dilakukan pengobatan dengan
1. Chemoterapi
2. Antibiotika
3. Anti inflamasi

dipostingkan oleh:
Asep Gungun
05200ID09042

laporan pendahuluan nefrotik syndrom

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
SINDROM NEFROTIK
A. Pengertian

Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
Sindrom Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbunemia dan hiperkolesterolemia (Rusepno, H, dkk. 2000, 832).

B. Anatomi

Korteks ginjal terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai
urin atau kemih (Price,2001 : 785).

C. Fatofisiologi

Adanya peningkatan permiabilitas glomerulus mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun karean adanya pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial.
Volume plasma,curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Kadar albumin plasma yang sudah merangsang sintesa protein di hati, disertai peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma albumin dan penurunan onkotik plasma
Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi seng. (Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217)
D. Etiologi

Berdasarkan etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 yaitu:
1.Primer/ Idiopatik
a. Yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengn sebab tidak diketahui.
b. Banyak terjadi pada usia sekolah (74% pada usia 2 – 7 tahun)
c. Pria dan wanita 2 : 1
d. Diawali dengan infeksi virus pada saluran nafas atas.
2. Sekunder
a. Disebabkan oleh kerusakan glomerulus (akut/kronik) karena penyakit tertentu.
b. Karena infeksi, keganasan, obat-obtan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, bahan kimia, penyakit metabolik, penyakit kolagen, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas masif, glomerulonefritis akut/kronis.
c. Banyak terjadi pada anak dengan penurunan daya tahan tubuh/ gangguan imunitas, respon alergi, glomerulonefritis. Dikaitkan dengan respon imun (abnormal immunoglobulin)
d. Pada orang dewasa SN skunder terbanyak disebabkan oleh dibetes melitus
3. Kongenital
a. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b. Herediter Resisten gen
c. Tidak resisten terhadap terapi malalui Transplantasi Ginjal
Beberapa penyakit yang dapat secara spesifik menyebabkan rusaknya glomeruli ginjal dan sering mengakibatkan timbulnya proteinuria tentunya mempercepat timbulnya Nefrotik syndrome:
a. Amiloidosis
b. Congenital nephrosis
c. Focal segmental glomerular sclerosis (FSGS)
Terjadi kerusakan pada jaringan glomeruli, sehingga merusak membran pelindung protein
d. Glomerulonephritis (GN)
e. IgA nephropathy (Berger's disease)
f. Minimal change disease (Nil's disease)
g. Pre-eclampsia
Terjadinya Sindroma Nefrotik juga tergantung usia kejadiannya:
a. Usia kurang dari 1 tahun
b. Usia kurang dari 15 tahun
c. Usia 15 sampai 40 tahun
.

E. Manifestasi klinik

1. Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah genitalia dan ekstermitas bawah.
2. Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa
3. Pucat Hematuri, azotemeia hipertensi ringan
4. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
5. Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya terjadi.
6. Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa ususs
7. .Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 : 335)
F. Pemeriksaan diagnostik
1. Uji urine
a. Protein urin – meningkat
b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin – meningkat
2. Uji darah
a. Albumin serum – menurun
b. Kolesterol serum – meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
d. Laju endap darah (LED) – meningkat
e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
3. Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L, 2002 : 335).

G. Penatalaksanaan Medik
1. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 – 3 gram/kgBB/hari
2. .Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hididroklortiazid (25 – 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan cairan intravaskuler berat.
3. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), sebagai berikut :
a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari luas permukaan badan (1bp) dengan maksimum 80 mg/hari.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/hari/1bp, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan dosis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respon selama pengobatan, maka pengobatan ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu
c. .Cegah infeksi. Antibiotik hanya dapat diberikan bila ada infeksi
d. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital
(Arif Mansjoer,2000)

H. Komplikasi
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat Hipoalbuminemi
b. Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian fibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).

I. Diagnosa dan Rencana Keperawatan Sindrom Nefrotik
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan:
volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi :
1. Catat intake dan output secara akurat. Rasional : Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine. Rasional : Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi
3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. Rasional : Estimasi penurunan edema tubuh
4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam. Rasional : Mencegah edema bertambah berat
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan protein bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.
b. Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
Tujuan :
kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites tidak ada.
Intervensi :
1. Catat intake dan output makanan secara akurat. Rasional : Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare. Rasional : Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan Diare sebagai reaksi edema intestinal
3. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang cukup. Rasional : Mencegah status nutrisi menjadi lebih buruk.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.
Intervensi :
1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui pembatasan pengunjung. Rasional : Meminimalkan masuknya organisme.
2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
3. Tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional : Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik. Rasional : Membatasi masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat mencegah sepsis.
d. Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan:
kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada perawat, secara verbal mengatakan tidak takut.
Intervensi :
1. Validasi perasaan takut atau cemas. Rasional : Perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat menghadapinya
2. Pertahankan kontak dengan klien. Rasional : Memantapkan hubungan, meningkatan ekspresi perasaan.
3. Upayakan ada keluarga yang menunggu. Rasional : Dukungan yang terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang dihadapi.
4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto keluarga. Rasional : Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah dari anggota keluarga.


DAFTAR PUSTAKA :
1. Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002. Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta
2. .Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakara.
3. Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : Jakarta
4. http://www.asuhankeperawatannefrotiksindrom.com//

Diposting Oleh :
Nama : Mia Megantika
NIM :05200ID09059

askep uretritis

ASKEP Uretritis
1. Pengertian
Adalah peradangan pada uretra Penyebab Kuman gonorrhoe biasanya adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang digolongkan sebagai gonoreal atau nongonoreal. Kadang-kadang uretritis terjadi tanpa adanya bakteri.

2. Patofisiologi
Uretra Gonorhoeal disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Pada pria inflamasi orifosium meatal terjadi disertai rasa terbakar ketika urinasi. Rabas uretral purulen muncul dalam 3-4 hari setelah kontak seksual. Pada wanita rabas uretral tidak selalu muncul dan penyakit bersifat asimtomatik. Pada pria melibatkan jaringan disekitar uretra menyebabkan periuretritis, prostitis, epididimis dan striktur uretra.
Uretra gonorhoeal tidak berhubungan dengan neisseria gonorrhoeae biasanya disebabkan oleh Klamidia trakomatik atau Ureaplasma urelytikum. Pada pria adalah asimtomatik, pasien akan disuria tingkat sedang-parah dan rabas uretral dengan jumlah sedikit-sedang.

Pembagian Uretritis
Uretritis Akut
Biasanya terjadi karena asending infeksi, atau sebaliknya oleh karena prostat mengalami infeksi. Keadaan ini sering diderita oleh kaum pria.
Tanda dan gejala :
- Mukosa merah dan edema.
- Terdapat cairan eksudat yang purulent.
- Ada ulserasi pada uretra.
- Ada rasa gatal yang menggelitik, gejala khas pada uretritis Go yaitu good morning sign.
- Pada pria pembuluh darah kapiler melebar, kelenjar uretra tersumbat oleh kelompok nanah.
- Pada wanita jarang ditemukan uretritis akut, kecuali bila pasien menderita gonorhoe.
Pemeriksaan Diagnostik
Dilakukan pemeriksaan terhadap sekret uetra untuk mengetahui kuman penyebab.
Tindakan Pengobatan
a. Pemberin antibiotika
b. Bila terjadi striktura, dilakukan dilatasi uretra dengan menggunakan bougie.
Komplikasi
1. Prostatitis
2. Peri uretral abses yang dapat sembuh, kemudian menimbulkan striktura atau Fistul uretra.

Uretritis Kronis
Penyebab
- Pengobatan yang tidak sempurna pada masa akut.
- Prostatitis kronis.
- Striktura uretra.
Tanda dan gejala
- Mukosa terlihat granuler dan merah
- Getah uetra (+), dapat dilihat pada pagi hari sebelum miksi pertama.

Prognosa
Bila tidak diobati dengan baik, infeksi dapat menjalar ke kandung kemih, ureter ginjal.
Tindakan pengobatan:
- Pemberian kemoterapi dan antibiotik
- Banyak minum untuk melarutkan bakteri (+ 3000 cc/ hari).
Komplikasi
Radang dapat menjalar ke prostat.

Prostatitis
Prostatitis bakterial akut terjadi dengan gejala-gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, nyeri di perineum atau obstruksi. Hasil pemeriksaan menunjukkan prostat yang membengkak dan lunak. Urinalisis biasanya menunjukkan piuria dan bakteriuria dengan hasil kultur uropatogen yang khas.

3. PATOFISIOLOGI
Pada kebanyakan kasus organisme penyebab dapat mencapai kandung kemih melalui uretra. Infeksi ini sebagai sistitis, dapat terbatas di kandung kemih saja / dapat merambat ke atas melalui uretra ke ginjal. Organisme juga dapat sampai ke ginjal atau melalui darah / getah bening, tetapi ini jarang terjadi. Tekanan dari kandung kemih menyebabkan saluran kemih normal dapat mengeluarkan bakteri yang ada sebelum bakteri tersebut sampai menyerang mukosa.
Obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih mengakibakan penimbunan cairan, bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter. Hal ini dapat menyebabkan atrofi hebat pada parenkim ginjal / hidronefrosis. Disamping itu obstruksi yang terjadi di bawah kandung kemih sering disertai refluk vesiko ureter dan infeksi pada ginjal. Penyebab umum obstruksi adalah jaringa parut ginjal dan uretra, batu saluran kemih, neoplasma, hipertrofi prostat, kelainan kongenital pada leher kandung kemih dan uretra serta penyempitan uretra.

4. PATHWAY
Mikroorganisme gram (-)
Uretra
Vesika Urinaria (KK)
Obstruksi saluran kemih
Refluk ke ginjal
Aliran kemih menurun
Mikroorganisme menetap di saluran kemih dan berkembang biak
Striktur
Hidronefrosis
Uremia
Anoreksia, mual-muntah
Peradangan saluran kemih
Mengiritasi saluran kemih
Retensi urin
Prosedur invasif pemasangan DC
Kurang informasi
Perubahan pola eliminasi BAK
Kurang pengetahuan tentang proses penyakit
Resti infeksi
Nyeri
Ggn nutrisi< dari kebutuhan


5. Manifestasi Klinis
Gejala yang lazim ditemukan adalah disuria, polakisuria dan terdesak kencing. Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing. Gejala lain adalah strunguria pada sistitis akut, teresmus dan nokturia. Gejala lain yang kurang sering di dapat adalah enuresis, nokturnal sekunder, kolik ureter / ginjal yang gejalanya khas dan nyeri prostat dapat menyertai gejala ISK (Waspadji, S, 1998 : 265-266)

6. Fokus Pengkajian
Riwayat atau adanya faktor-faktor risiko:
a. Riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya
b. Obstruksi pada saluran kemih
c. Adanya faktor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.
d. Pemasangan kateter foley
e. Imobilisasi dalam waktu yang lama
f. Inkontinensia
g. Kaji manifestasi klinik dari infeksi saluran kemih.
h. Dorongan
i. Frekuensi
j. Disuria
k. Bau urine yang menyengat
l. Nyeri biasanya pada suprapubik pada isk bawah dan sakit pada panggul pada isk atas (perkusi daerah kostovertebra untuk mengkaji nyeri tekan panggul)
Pemeriksaan diagnostik:
- urinalisa memperlihatkan bakteriuria, sel darah putih, dan endapan sel darah merah dengan keterlibatan ginjal.
- Kultur ( biakan ) urine mengidentifikasi organisme penyebab
- Tes bakteri bersalut- antibodi terhadap bakteri bersalut antibodi diindikasikan pada pielonefritis.
- Sinar x ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomali struktur nyata.
- Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau abnormalitas struktur.
m. Kaji perasaan-perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan. Terutama pada wanita sering berfokus pada rasa takut akan kekambuhan, dimana menyebabkan penolakan terhadap aktivitas seksual. Nyeri dan kelelahan yang berkenaan dengan infeksi dapat berpengaruh terhadap penampilah kerja dan aktivitas kehidupan sehari-hari.

7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan pola eliminasi BAK: retensi urine b.d kurang pengetahuan tentang teknik pengosongan kandung kemih akibat penyumbatan sfingter sekrunder terhadap striktur
2. Nyeri b.d infeksi saluran perkemihan.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan gastrointestinal : uremia, anoreksia, mual muntah
4. Resti infeksi b.d adanya faktor resiko nosokomial
5. Resti terhadap ketidakpatuhan b.d kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, pengobatan dan perawatan di rumah.

8. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan pola eliminasi BAK: retensi urine b.d kurang pengetahuan tentang teknik pengosongan kandung kemih akibat penyumbatan sfingter sekrunder terhadap striktur.
Kriteria hasil: Individu akan mengosongkan kandung kemih menggunakan manuver valsavas dengan residu ( dr 50 cc jika diindikasikan mencapai suatu keadaan kekeringan di mana secara pribadi puas).
Intervensi
a. Ajarkan individu menegangkan abdomen dan melakukan manuver valsavas, jika diindikasikan:
c. sandarkan ke depan pada kedua paha
d. kontrasikan otot abdomen dan regangkan / tahan nafas sambil meregangkan (manuver valsavas)
e. Tahan pegangan / nafas sampai aliran urin berhenti, tunggu satu menit dan regangkan sepanjang mungkin.
f. Lanjutkan sampai tidak ada urin yang keluar.
Ø Catat keluaran urin, selidiki penurunan / penghentian aliran urin.
Ø Observasi dan catat warna urin
Ø Ukur residu pasca berkemih setelah usaha mengosongkan kandung kemih, jika vol. residu urin lebih besar dari 100 cc, jadwalkan program kateterisasi.

2. Nyeri b.d infeksi saluran perkemihan.
Kriteria hasil : tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri pada perkusi daerah panggul.
Intervensi
1. Pantu haluaran urine terhadap perubahan warna, bau dan pola berkemih
Ras = untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
2. Berikan analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilannya.
Ras = analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga mengurangi nyeri.
3. Berikan antibiotik, buat bervariasi sediaan minum, termasuk air segar di samping tempat tidur dan pemberian air sampai 2400mL/hari.
Ras = akibat dari peningkatan haluaran urine memudahkan berkemih sering dan membantu membilas saluran perkemihan.
4. Jika frekuensi menjadi masalah, jamin akses ke kamar mandi, pispot tempat tidur. Anjurkan pasien untuk berkemih kapan saja ada keinginan.
Ras = berkemih yang sering mengurangi statis urine pada kandung kemih dan menghindari pertumbuhan bakteri.

3. Resti infeksi b.d adanya faktor resiko nosokomial
Kriteria hasil : berkemih dengan urin jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis dalam batas normal, kultur urin menunjukkan tak ada bakteri.
Intervensi
1. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.
Ras = untuk mencegah kontaminasi uretra.
2. Jika dipasang kateter berikan perawatan kateter 2 kali per hari ( merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur dan setelah buang air besar).
Ras = kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
3. Ikuti kewaspadaan umum : cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung, pemakaian sarung tangan / kontak dengan cairan tubuh atau darah.
Ras = untuk mencegah kontaminasi silang.
4. Kecuali dikontraindikasikan ubah posisi pasien setiap dua jam dan anjurkan masukan cairan sekurang-kurangnya 2400 mL/hari. Bantu menglakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Ras = untuk mencegah statis urine.

5. Lakukan tindakan untuk memelihara asam urine:
a. Tingkatkan masukan sari buah berri
b. Berikan obat-obat untuk meningkatkan asam urine.
Ras = asam urine menghalangi tumbuhnya kuman. Karena jumlah sari buah berri diperlukan untuk mencapai dan memelihara keasaman urine. Peningkatan masukan cairan sari buah dapat berpengaruh dalam pengobatan infeksi saluran kemih.

4. Resti terhadap ketidakpatuhan b.d kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, pengobatan dan perawatan di rumah.
Kriteria hasil : menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi:
1. Berikan informasi tentang sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran atau kekambuhan, penjelasan pemberian antibiotik yang meliputi nama, tujuan, dosisi, jadwal dan catat efek sampingnya.
Ras = pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
2. Pastikan pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut dan instruksi tertulis untuk tindakan pencegahan.
Ras = Instruksi verbal dapat dengan mudah dilupakan.
3. Instruksikan pasien untuk menggunakan seluruh antibiotik yang diresepkan, minum sebanyak delapan gelas per hari, khususnya air dan sari buah berri, dan segera memberitahu dokter bila diduga ada infeksi.
Ras = Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda mereda. Cairan menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu mempertahankan keadaan asam urine. Lingkungan asam membantu mencegah pertumbuhan bakteri. Deteksi dini memungkinkan pemberian terapi antibiotik sebelum infeksi menyebar.

5. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan gastrointestinal : uremia, anoreksia, mual muntah.
Kriteria hasil : pasien akan menunjukkan BB stabil / peningkatan mencapai tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium dan bebas dari tanda malnutrisi.
Intervensi:
a. Kaji status nutrisi secara kontinu, selama perawatan setiap hari, perhatikan tingkat energi: kondisi kulit, kuku, rambut, rongga mulut, keinginan untuk makan / anoreksia
Ras = memberikan kesempatan untuk mengobservasi penyimpangan dari normal/ dasar pasien dan mempengaruhi pilihan intervensi.
b. Timbang BB setiap hari dan bandingkan dengan BB saat penerimaan
Ras = membuat data dasar, membantu dalam memantau keefektifan aturan terapeutik, dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan kecenderungan dalam penurunan/ penambahan BB.
c. Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.
Ras = mengidentifikasi ketidakseimbangan antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan masukan aktual.
by leni ardiani
kelas 2B
NIM 05200ID09056